Dalam rangka
memperingati Hari Bumi tahun 2022, Green Moluccas mengadakan kegiatan
Eco-Literacy dengan menggandeng Sound Forest Lab, University of
Wisconsin-Madison. Sebuah karya hasil penelitian satwa dalam bentuk Audio Book
“Sound of Forest” dengan latar Hutan Borneo dipaparkan. Para peneliti yang
dipimpin oleh Prof. Zuzana Burivalova dari Sound Forest Lab dan tim lainnya
Tatiana Maeda asal Brasil serta H.S. Sathya Chandra Sagar yang berasal dari
India hadir sebagai narasumber. Prof Noah Feinstein selaku Director of
Curriculum and Instruction, University of Wisconsin-Madison juga hadir sebagai Special
Guest.
Peringatan Hari
Bumi tahun 2022 mengusung tema “Invest Our Planet”, bertujuan mengembangkan
advokasi dan tindakan signivikan agar bumi menjadi lebih baik. Hal ini sejalan
dengan isi buku yang mengurai keberadaan dan keberagaman jenis satwa hutan,
yang diperuntukan bagi pada pendidik untuk turut ambil bagian dalam kampanye
perlindungan satwa. Mengingat keberadaan mereka merupakan indikator
keseimbangan lingkungan hidup.
“Seperti kita
manusia, hewan-hewan itu juga punya rumah, jika kita saling menjaga dan tidak
mengganggu mereka, maka keseimbangan ekosistem akan terjaga”, sebuah jawaban
disampaikan oleh Prof Zuzana menanggapi pertanyaan siswa sekolah dasar tentang
bagaimana caranya kita menjaga lingkungan hidup.
Buku ajar yang
tersedia dalam versi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris ini dibuat sedemikian menarik
agar mudah dipahami, dan diharapakan dapat digunakan sebagai bahan belajar
siswa. pada kegiatan kali ini, Misheila
E. Telussa, Kewang Remaja Green Moluccas tampil sebagai Storyteller,
menyampaikan pesan-pesan mengenai perlindungan lingkungan hidup, kerusakan hutan
dan kondisi satwa lewat narasinya yang berjudul “Hutan Kalimantan”.
Kegiatan yang
berlangsung secara daring antar benua pada tanggal 23 April ini, dihadiri oleh 100
orang lebih peserta didik dari beberapa Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama
di Kota Ambon dan Maluku Tengah dan juga komunitas, khalayak umum, para guru serta
tenaga pendidik lainnya.
Antusiaisme
peserta terutama anak-anak nampak jelas saat sesi tanya-jawab pengenalan satwa hutan
berlangsung, yang dipandu oleh Gloria M. F. Pingak salah satu storyteller dari
Kampus Merdeka saat memaparkan sebagian isi buku dan menampilkan beberapa jenis
satwa yang ada di Maluku. Beberapa pertanyaan penting juga disampaikan oleh
peserta.
Sagar, salah
satu tim peneliti penyusunan buku yang berasal dari India menanggapi pertanyaan
seorang siswa tentang sesama satwa yang saling memakan, “makhluk hidup lainnya
juga butuh makanan untuk bertahan hidup, seperti kita manusia makan sambal,
makan nasi goreng. Untuk itu, bagaimanapun makhluk hidup akan berusaha menjaga
rumahnya, tetapi jika dia saling menghancurkan secara terus menerus, jumlah
mereka akan saling berkurang, eksosistem akan terganggu, maka akan terjadi
kehancuran. Semua yang ada di alam ini harus seimbang,” tegasnya. Sedangkan Tatiana
menyatakan untuk menghargai mereka, dan sama-sama menjaga bumi dengan tidak
saling mengganggu.
Perihal
penangkapan satwa untuk dijadikan hewan peliharaan, Zuzana mengajak kita untuk
merubah mindset dalam melihat satwa dan mau merubah cara menikmatinya, yakni dengan
cara menikmati keberadaan mereka di alam.
Sebagai penutup,
ketiganya memaparkan keberadaan kebun binatang sebagai tempat alternatif bagi
beberapa jenis satwa yang hampir punah di hutan. Keberadaannya membantu
satwa-satwa ini untuk bertahan dan berkembang biak sebelum dilepas kembali.
Kebun binatang bisa menjadi alternatif yang cukup ramah bagi anak-anak yang
berada di kota sebagai ruang edukasi. Sedangkan bagi anak-anak di kampung, yang
sudah terbiasa hidup berdampingan dengan berbagai jenis satwa, hutan akan
selalu menjadi ruang edukasi yang ramah bagi mereka.
Di akhir
kegiatan, empat orang siswa Sekolah Dasar yang berhasil menjawab pertanyaan
seputar satwa hutan, mendapatkan giveaway, menjadi Adopter Mangrove Green
Moluccas. Sebagai ucapan terima kasih, kelima narasumber juga diberi souvenir
yang sama.
Irene Sohilait, Founder
Green Moluccas menyatakan, “kegiatan Eco-Literasy ini penting agar dapat
meningkatkan pengetahuan anak didik dan pendidik dalam menjaga hutan. Selain
itu, buku ajar yang telah di tulis oleh tim penulis ini telah tersedia dalam Bahasa
Indonesia dan Bahsa Inggris, sehingga memudahkan kita untuk mempelajarainya.
Dengan adanya bacaan ini, anak-anak bisa mendengarkan secara langsung suara
hutan, sehingga menaraik untuk dibaca dan terdorong untuk menjaga dan
melestarikannya.”